Home Travel Story Travel Story : India part#1 - The Beginning
Travel Story : India part#1 - The Beginning
Ferdi 11 February 0
India..
Pertama kali mendengar kata ini ketika saya masih kecil. Dahulu ada suatu
nyanyian yang dinyanyikan oleh Ellya Khadam dengan lagu "Boneka
dari India". Saya sendiri kurang tahu lagu tersebut karena waktu itu masih
kecil.
Ketika
SD, saya termasuk anak kecil yang menyukai sinetron Mahabarata dan Ramayana.
Dari situlah saya mengenal India sebatas masa kecil saya.
Dan
ternyata mungkin itu salah satu pertanda kecil bahwa suatu saat nanti saya akan
pergi ke negeri Hindustan itu.
Dan
ternyata pertanda itu terwujud di tahun 2014 lalu ketika saya mendapat undangan
meeting untuk para IT di regional Asia untuk meeting tahunan di kota Bangalore
di bagian selatan negara India.
Akhir
tahun ini saya berturut-turut berpergian ke luar negeri. Dimulai dari bulan
September saya pergi ke Manila, Philipina, kemudian di bulan Oktober saya
menyelesaikan trip Myanmar saya. Kemudian bulan November ini saya berkesempatan
mengunjungi Negara tuan rumah kari dunia, India.
Kemegahan Taj Mahal, image [doc pri] |
Ya
namanya juga jojoba a.k.a jomblo-jomblo bahagia, jadi hidup kurang berkesan
ketika tidak menyalurkan hobby untuk mengelayap maka dari empat hari meeting di
kantor Bangalore, saya memutuskan untuk melakukan travelling keliling India.
Saya pun sempat bertanya kepada beberapa partisipan dari beberapa negara Asia
yang ikut meeting ke Bangalore office, beberapa bulan sebelumnya. "Would
someone join me to have travelling to another cities in India? It would be a
great experience for us."
Ternyata
Polash teman saya dari Bangladesh juga tertarik, senangnya hati ini karena
tidak menjadi seorang single traveller which is kadang merasa ada bosannya,
ketika kita harus banyak diam seharian, menahan untuk tidak ngomong dengan
bahasa asalnya. Pengalaman dulu pertama kali ke Eropa selama dua minggu,
ngomong pakai bahasa Indonesia Cuma
sewaktu telpon ke Ibu. Sekalinya ngeliat turis berwajah Indonesia langsung
kepo-kepoan pengen nyapa dan serasa lebih ada ikatannya.
Seperti
kejadian ketika travelling ke Amsterdam, ketika antri stand Febo ada rombongan
Ibu-Ibu dan seorang Bapak, dengan ringannya saya langsung menebarkan senyum ke
mereka seraya mengucap "Dari Indonesia ya Bu?" "Iya Mas, Mas
sendirian saja?" Iya Bu…" dan selang beberapa menit sudah asyik
ngobrol kesana kemari sambil menikmati kroket rasa sate ayam untuk mengurangi
kerinduan pada selera Nusantara. Febo ini banyak ditemukan di setiap sudut kota
Amsterdam yang menawarkan variasi snack semacam kroket dengan berbagai rasa dan
dihargai mulai 1.5 Euro - 2.5 Euro. Anyway, ternyata si Bapak satu itu seorang
pilot senior Garuda dan sedang mengantarkan Ibu-Ibu ini jalan-jalan di kota
Amsterdam.
Karena
sudah sepakat akhirnya saya memulai untuk membuat itinerary, jadi akan ada
meeting kantor 4 hari di Bangalore, Senin sampai Kamis, jadi saya berencana
Jumat untuk keliling Bangalore, Sabtu ke Jaipur, Minggu sehari keliling Agra
untuk melihat Taj Mahal, dan Senin ke New Delhi. Wow! Terkesan memaksakan untuk
perjalanan satu kota setiap hari? Karena kerjaan tidak bisa ditinggal terlalu
lama. Jadi hari Selasa pagi saya akan pulang ke Indonesia dari New Delhi ke
Singapura. Kemudian dari Singapura ke Indonesia. Jadi hari Rabu atau Kamis saya
sudah bisa masuk kantor lagi di Jakarta. Untuk keberangkatan sendiri saya akan
transit ke Singapura.
Tak
terlalu banyak pertimbangan, teman kerja saya dari Bangladesh tersebut
mengiyakan saja ide itinerary. Walaupun menurut dia bakal menyita banyak tenaga
dan waktu tetapi dia merasa tertantang dan menyetujuinya. Untuk usianya yang
tak lagi muda saya bisa memakluminya.
Untuk
mengurus visa India, kita bisa memulai dengan mengisi form online, kemudian
akan dijadwalkan untuk interview dan foto. Karena ini visa bisnis jadi bisa
selesai dalam 3 hari kerja. Kalau tidak salah ada harga untuk berapa lama visa
akan di proses. Untuk interview dan foto para pencari visa ini diharuskan
datang sendiri di kedutaan India bertempat di Mega Kuningan. Dari luar bangunan
kedutaan ini seperti rumah besar biasa, begitu sampai di depan kedutaan
terlihat antrian panjang sudah mengular untuk antri masuk gerbang. Ada security
berjaga-jaga dan para pencari ujian diharapkan menitipkan tas dan bawaannya dan
tidak diperbolehkan menyalakan telepon genggam selama proses pengajuan visa.
Setelah
urusan visa sudah beres, travel akomodasi sudah siap, materi presentasi sudah
selesai, kini hanya tinggal packing. Untuk urusan packing kadang harus
dipersiapkan seminggu sebelumnya supaya tidak keburu-buru, banyak case
sebelumnya ketika saya tidak bisa memanage packing dengan proper sehingga
beberapa kali saya tidak bisa tidur malam karena takut besok paginya tidak bisa
bangun, hal ini karena kebanyakan saya mengambil flight-flight jam pagi. Selain
itu Senin sampai Jumat pulang kerja sudah malam, jadi tidak akan sempat kalau
urusan packing ini tidak di packing.
Hari yang
ditunggu sudah tiba, saya berangkat hari Minggu pagi pukul 4:30. Taksi pesanan
sudah datang tepat waktu di depan rumah. Sebagai seorang single saya merasa
tidak perlu ijin sama tetangga sekeliling, ya anggaplah ini perjalanan dinas
biasa yang setiap orang pun bisa melakukannya. Bedanya adalah perjalanan ini
cukup panjang dan jauh.
Tak
menunggu lama taxi pun sudah menelusuri gelapnya jalan kosong menuju bandara
Soekarno Hatta. Kali ini saya akan menaiki Singapore Airline untuk transit beberapa
jam di bandara Changi, Singapura.
Kenyamanan yang diberikan pihak airport, image [doc pri] |
Salah
satu hal yang menarik untuk perjalanan kali ini adalah karena saya akan bertemu
dengan teman dari Cambodia yaitu Piseth. Kami akan menghabiskan beberapa jam
berdua di Changi International Airport sebelum akhirnya bersama-sama untuk
pergi ke Bangalore untuk meeting bersama.
Saya tak
menunggu lama untuk bertemu Piseth, pesawat kami hanya berbeda 1 jam untuk
landing di Singapura. Saya ambil seat di dekat gate kedatangan dia. Begitu
pesawat landing, saya langsung berdiri melihat orang demi orang yang keluar
dari gate tersebut.
Aloha…
ternyata dia keluar juga. Dengan menggunakan kemeja pink, blue jeans, membawa
tas laptop hitam dan yang membuat saya sedikit geli dia membawa topi koboy
sepertinya dia memang berniat untuk tamasya. Hehe.
"Hi
brother!! Nice to meet you again!" dia langsung menyapa saya. "Hi
Piseth, nice to meet you too, how was the flight?" dan kami pun
berpelukan. Saya akan menghabiskan waktu
8 jam bersama dia karena flight selanjutnya pukul 20:05 malam. Ada banyak hal
yang bisa dilakukan sembari menunggu flight yang lama di bandara Changi. Lain
kali akan saya share di sini.
Waktu
boarding sudah tiba, sudah cukup melelahkan menghabiskan waktu di Changi
International Airport mulai makan siang, main game, duduk-duduk relaks, pergi
ke taman bunga Matahari, serta melihat-lihat sekeliling bandara yang cukup
bersih dengan beberapa ornamen taman dengan ikan-ikan koi, bunga-bunga, semua
itu mempercantik bandara keseluruhan dan terlihat dikerjakan begitu
profesionalnya.
Kami
duduk tidak bersebelahan, karena pesawat malam itu tidak terlalu penuh jadi
kami duduk di pinggir jendela, saya di depan, dan dia di belakang. Tiga seat
disebelah kami kosong. Lumayan bisa selonjoran kalaupun mau.
Pesawat
yang kami tumpangi dari jenis Boing 777-200 twin jet yang akan menempuh waktu
kurang lebih 4 jam 30 menit, waktu setempat di Bangalore sekitar pukul 21:55.
Sepanjang perjalanan hanya saya habiskan untuk makan malam dan tidur, karena
sudah kecapaian seharian beraktifitas, mulai pagi dini hari berangkat dari
rumah, hingga transit 8 jam yang cukup menyita tenaga untuk sekedar keliling
bandara Changi.
Waktu
landing tiba, seperti biasa kami harus menunggu bagasi, melewati imigrasi,
menukarkan beberapa ratus uang USD ke Rupee dan memesan taxi dari salah satu
konter taxi yang beberapa tersedia di Bangalore International Airport.
Waktu
perjalanan dari bandara ke hotel di pusat kota kurang lebih satu jam.
Kali ini
saya akan menginap Sheraton Bangalore Hotel yang berada di Brigade Gateway,
salah satu pusat business yang ada di kota tersebut. Selama 5 hari kedepan saya
akan menginap di sini, ruangan yang dipilih adalah Premier Deluxe non smoking.
Karena pada saat ini saya sudah berenti merokok selama 1 bulan, sebuah
pencapaian awal saya jadi pemilihan ruangan pun mulai sekarang sudah yang non
smoking lagi.
Hotel ini
cukup luas, dengan bed ukuran king size, terdapat area kerja dan bath up. Tak
menunggu lama karena hari sudah malam dan sangat melelahkan, saya langsung
menidurkan diri, tak lupa untuk mensetting jam bekker supaya besok pagi tidak
telat masuk ke kantor. Mudah-mudahan besok merupakan hari yang cerah dan semua meeting dan presentasi akan lancer.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment