Home Travel Story Old Banten – The Forgotten One
Old Banten – The Forgotten One
nggakbanget 08 September 0
Jalan-jalan hemat ke Banten Lama. Dok. Travelpolitan.com |
Tak jauh dari keramaian Ibukota, ternyata banyak tempat yang nggak perlu mengeluarkan biaya banyak untuk plesiran, salah satunya adalah kawasan Banten Lama yang berlokasi tak jauh dari Pusat Kota Serang, Banten.
Perjalanan dari rumah saya di Tangerang hanya memakan sekitar satu jam saja ke Kota Serang -mungkin sekitar satu setengah jam kalau dari Jakarta-. Dari situ, saya menyewa angkot ke kawasan Banten Lama.
Bisa dibilang trip kali ini adalah wisata sejarah, karena tempat yang saya kunjungi adalah situs-situs terkait sejarah Kesultanan Banten Lama. Berikut adalah tempat-tempat yang kami kunjungi di sana:
Keraton Surosowan.
Spot pertama yang kami kunjungi adalah Keraton Surosuwan. Reruntuhan seluas sekitar 3 hektare ini tadinya adalah benteng yang melindungi beberapa bangunan yang merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Banten yang pada akhirnya dihancurkan oleh Belanda tahun 1813. Surosowan yang memiliki arti ‘intan’ ini ternyata merepresentasikan Banten Lama yang pada saat itu disebut kota Intan. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, yang kemudian dikenal sebagai pendiri dari Kesultanan Banten.
Overall, kita udah gak bisa lihat atau membayangkan seperti apa bentuknya dulu, tapi sisa2 seperti bekas pemandian, anak tangga, atau pondasi masih bisa kita lihat di sana.
Museum Kepurbakalaan Banten Lama
Hal yang sangat disayangkan dari trip kemarin adalah gak bisa memasuki museum. Karena memang hari libur nasional, jadi museumnya pun tutup. Tapi meskipun demikian saya masih bisa melihat koleksi museum yang berada di luar seperti Meriam Ki Amuk, beragam batu prasasti bertuliskan aksara mandarin, dan serpihan sisa2 keraton yang telah diselamatkan.
Masjid Agung Banten
Selain karena bangunan masjidnya yang indah dan menara ikonik berbentuk pagoda yang terkenal, masjid ini juga dikenal sebagai tempat ziarah karena terdapat makam-makam para leluhur kesultanan Banten yang dikunjungi peziarah dari berbagai kota.
Masjid Agung Banten dan Menara Ikoniknya. Dok. Travelpolitan.com |
Masjid Pacinan Tinggi
Nggak banyak yang tersisa dari bangunan ini selain menaranya yang masih berdiri kokoh dan terlihat sebagai ikon akulturasi budaya Cina dan Banten pada masa itu. Saya pun hanya bisa memfoto dari luar karena pagarnya yang tertutup.
Reruntuhan Masjid Pacinan Tinggi. Dok. Travelpolitan.com |
Vihara Avalokitesvara
Berjalan beberapa kilometer ke arah utara, kita bisa melihat sebuah vihara cantik berwarna cerah yang merupakan salah satu vihara tertua di Indonesia. Dahulu kala, toleransi umat beragama dan keberagaman sangat dihormati di kawasan Banten lama. Para pendatang dari tiongkok bebas beribadah dan menjalani kepercayaan mereka dan hidup berdampingan dengan pemeluk agama Islam.
Benteng Speelwijk
Tak jauh dari vihara, persis di seberangnya berdiri megah sebuah benteng kokoh yang saat ini hanya reruntuhannya yang bisa kita lihat. Benteng Speelwijk dahulu adalah pusat penyimpanan berbagai senjata dan meriam, bangunan penjara, dan berfungsi sebagai menara pemantau yang langsung menghadap ke pantai dan laut selat Sunda. Konon benteng ini memiliki terowongan yang berhubungan dengan Keraton Surosuwan, pusat pemerintahan Kesultanan Banten pada saat itu.
Foto lansekap Benteng Speelwijk. Dok. Travelpolitan.com |
Pelabuhan Karangantu
Hal yang menarik dari kawasan Banten Lama ini adalah lokasinya yang terletah tak jauh dari pesisir pantai. Sebagai kota yang padat aktivitasnya, tentunya pelabuhan menjadi sarana penting sebagai penghubung dalam bidang perdagangan dengan daerah-daerah lain. Di sekitar tahun 1511, saat Malaka dikuasai Portugis, para pedagang Muslim yang berasal dari Arab, Persia dan Gujarat enggan berdagang di sana, dan memilih Banten sebagai tempat persinggahan mereka, begitulah asal muasal pelabuhan Karangantu ini dibangun.
Nama Karangantu sendiri berasal dari sebuah peristiwa, konon ada seorang Belanda membawa sebuah guci berisi hantu, suatu saat guci tersebut pecah dan keluarlah hantu-hantu yang ada di dalamnya. Begitulah kemudian hingga kini pelabuhan ini disebut Karangantu.
Pelabuhan ini juga dikenal sebagai akses ke beberapa pulau kecil di selat Jawa, seperti Pulau Tunda, Pulau Tiga, Pulau Empat, dan Pulau Lima. Namun sayang, dengan waktu yang singkat rasanya gak mungkin mengunjungi pulau-pulau itu dalam sehari meskipun ada keinginan. :D
Pelabuhan Karangantu yang dipenuhi perahu-perahu nelayan dan kapal komersil. Dok. Travelpolitan.com |
Keraton Kaibon
Berjalan ke arah selatan menyusuri Jalan Raya Karangantu, di sisi kanan jalan nampak sebuah kompleks reruntuhan bangunan yang menjadi bagian dari keseluruhan area wisata Banten Lama. Ini adalah spot terakhir yang saya kunjungi, namun nampak lebih ramai dan besar dibanding spot lainnya.
Pada saat keruntuhan Kesultanan Banten, bangunan ini menjadi saksi kekejaman pemerintahan Daendels pada era pembangunan Jalan Raya Pos, -jalan yang menghubungkan Anyer dan Panarukan- yang menjadi perselisihan sengit antara Sultan Syafiudin dengan Daendels.
Kaibon yang berarti Ibu, merupakan istana atau keraton yang dibuat untuk Ibunda Sultan Syafiudin yang bernama Ratu Aisyah. Dahulu kala keraton ini dikelilingi saluran air sehingga seolah-olah kompleks bangunan berdiri di atas air. Namun sayangnya, keindahan keraton ini sudah tak berbentuk lagi karena penghancuran oleh pemerintahan Daendels di tahun 1832.
Tragis memang peristiwa keruntuhan Kesultanan Banten, dan gak banyak juga dokumentasi tentang bangunan asli pada masa tersebut. Namun kita masih bisa melihat bukti dari sisa-sisa kejayaannya. Dan menghargainya dengan melestarikan dan gak merusak cagar budaya di sana. And please, do not corat-coret ya? ;)
Wisata Banten Lama idealnya bisa dilakukan dalam satu hari, tak perlu mencari penginapan atau hotel, kecuali jika memang ingin bermalam di sana. Trip ini bisa jadi alternatif kunjungan kamu dan teman-teman kamu berikutnya, terlebih di saat kantong kering. Selamat jalan-jalan!
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment